Minggu, 30 Maret 2014

TOKOH TOKOH FONOLOGI





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
               Fonologi adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa (Keraf, 1984: 30). Fonologi adalah subdisiplin yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, baik yang mempelajari bunyi bahasa yang menghiraukan arti maupun tidak (Soeparno, 2002: 79). Kita perlu mempelajari fonologi tersebut sebagai bekal dan pengetaahuan kita tentang bahasa. Apalagi kita merupakan mahasiswa dari Fakultas Ilmu Budaya. Untuk memperdalam ilmu pengetahuan kita tentang fonologi, tentu kita perlu mengetahui sejarah terbentuknya fonologi. Berbicara tentang sejarah, tentu ada tokoh-tokoh yang berperan penting dibaliknya. Maka, penting bagi kita untuk mengtahui siapa saja pencetus lahirnya istilah fonologi. Dalam makalah ini, kami akn membahas beberapa tokoh yang berperan penting terhadap lahirnya istilah fonologi.
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Tokoh-tokoh yyang berperan ppenting dalam terbentuknya aliran-aliran fonologi
2.      Perkembangan beberapa aliran fonologi
3.      Tokoh-tokoh yang berperan penting dalam fonologi
1.3  TUJUAN
1.      Mengetahui tokoh-tokoh yang berperan penting dalam terbentuknya aliran-aliran fonologi
2.      Mengetahui perkembangan beberapa aliran fonologi
3.      Mengetahui tokoh-tokoh yang berperan penting dalam fonologi


 BAB II
PEMBAHASAN

Tokoh-tokoh Fonologi
A.    Tokoh-tokoh yang Berperan Penting dalam Terbentuknya aliran-aliran Fonologi
  1. Aliran Kazan
Ada beberapa tokoh dalam “aliran kazan” ini yaitu :
  • Baudoin de Courtenay (1895)
                  Menurut linguistis ini, bunyi-bunyi yang secra fonetis berlainan disebut alternant, yang berkerabat secara histiris dan etimologis. Jadi, meski dilafaalkan berbeda, bunyi-bunyi itu  berasal dari satu bentuk yang sama. Pada 1880, Courtenay melancarkan kritiknya terhadap presisi atas beberapa fona yang dianggapnya tidak bermamfaat.
  • Mikolaj Kreszewski
                  Mikolaj  Kreszewski mendefinisikan bahwa fonem sebagai satuan fonetis tak terbagi yang tidak sama dengan antrofoponik yang merupakan kekhasan tiap individu, yang disebut dengan aliran “kazan”.
  • Ferdinand de Saussure
                  Dalam bukunya “Cours de Linguistique Generale” Kuliah Linguistik umum, Saussure mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi-bunyi bahasa manusia. Dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud oleh Saussure hanyalah unsure-unsure yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan-satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi, dapat dikatakan bahwa Saussure menggunaklan kriteria yang semata – mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya pada poros sintagmatik.
                  Saussure mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang lain.
                  Dengan konsep – konsepnya, meskipun tidak pernah mencantumkan istilah struktur maupun fungsi, Saussure dianggap telah membuka jalan terhadap studi fonologi yang kemudian diadaptasi oleh aliran Praha.

  1. Aliran Praha
                  Kelahiran fonologi ditandai dengan “Proposition 22” ‘Usulan 22’ yang diajukan oleh R. Jakobson, S. Karczewski dan N. Trubetzkoy pada konggres Internasional I para linguis di La Haye, april 1928. Pada 1932 Jakobson mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan bunyi bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata. Jadi konsep fonem merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).

  1. Aliran Amerika
·         Edward Sapir (1925)
                  Seorang etnologi dan linguis yang terutama meneliti bahasa Indian Amerika. Menurutnya, sistem fonologi bersifat bersifat fungsional.

·         Leonard Bloomfield (1930)

                  Karyanya “Language” menjadikan dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun.  Pada buku itu, Bloomfield menjelaskan banyak hal tentang definisi-definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda, zona penyebaran fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis dan lain-lain.
                  Sifat behaviouris dan antimentalis Bloomfield mengantarkannya pada konsepsi tentang komunikasi sebagai perilaku dimana sebuah stimulus (ujaran penutur) memunculkan reaksi mitra tutur. Menurutnya, yang penting dalam bahasa adalah fungsinya untuk menghubungkan stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu terpenuhi, pada tataran bunyi cukuplah kiranya jika setiap fonem berbeda dengan yang lainnya. Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akustiknya bukanlah sesuatu yang penting.
Bloomfield berusaha menjadikan linguistic sebagai suatu ilmu yang bersifat empiris. Karena bunyi-bunyi ujaran merupakan fenomena yang dapat diamati langsung maka ujaran mendapatkan perhatian yang istimewa. Akibatnya, kaum strukturalis memberikan focus perhatiannya pada fonologi, morfologi, sedikit sekali pada sintaksis, dan sama seali tidak pada semantic.

·         W.F Twaddell (1935)
Twaddell menerbitkan  sebuah buku monografi. Di dalamnya Twaddell menegaskan bahwa satuan-satuan fonologis bersifat relasional. 

·         W.F Twaddell dan Aliran Fonetik Inggris (1907)
                  Daniel Jones mengajar fonetik di University of London. Setelah itu ia kemudian lebih banyak menggeluti praktek fonologi di Inggris. Kegiatannya di jurusan fonetik di University of college lebih difokuskan pada transkripsi fonetis dan pengajaran pelafalan bahasa-bahasa dunia. Perhatiannya pada dua hal itu membuat dirinya memiliki konsep tersendiri tentang fonem.
                   Pada 1919, dalam “ Colloquial Sinhalese Reader” yang diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones memberikan definisi fonem yang berciri distribusional. Terinspirasi oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai fonem sebagai realitas psikofonetis, Jones menggambarkan fonem sebagai realitas mental. Maksudnya, dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat menggunakan baik intuisi, rasa bahasa maupun cara-cara lain yang bersifat psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih-alih fungsinya. Dengan sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki daerah kerja fonologi, dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu, namun dengan menyingkirkan sudut pandang fonologis.

  1. Perkembangan Beberapa Aliran Linguistik

1. Aliran Tradisional

Perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dimulai pada abad IV Sebelum Masehi yaitu
ketika  Plato membagi jenis kata dalam bahasa Yunani Kuno menjadi dua golongan yaitu “onoma dan rhema”.
                  Onoma merupakan jenis kata yang menjadi pangkal pernyataan atau pembicaraan. Sedangkan rhema merupakan jenis kata yang digunakan mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan.
                  Secara sederhana onoma dapat disejajarkan dengan kata benda dan rhema dapat disejajarkan dengan kata sifat atau kata kerja. Pernyataan yang dibentuk onoma dan rhema dikenal dengan istilah proposisi.
                  Penggolongan kata tersebut kemudian disusul dengan kemunculan tata bahasa Latin karya Dyonisisus Thrax dalam bukunya ”Techne Gramaticale” (130 M). Dengan demikian pelopor aliran tradisionalisme adalah Plato dan Aristoteles.
                  Tokoh-tokoh yang menganut aliran ini antara lain: Dyonisisus Thrax, Zandvoort, C.A. Mees, van Ophuysen, RO Winstedt, Raja Ali Haji, St. Moh. Zain, St. Takdir Alisyahbana, Madong Lubis, Poedjawijatna, Tardjan hadidjaja.
Aliran ini merupakan aliran tertua namun karena ketaatannya pada kaidah menyebabkan aliran ini tetap eksis di zaman apapun.
Ciri-ciri aliran ini antara lain:
1.      Bertolak dari landasan pola pikir filsafat
2.      Pemerian bahasa secara historis
3.      Tidak membedakan bahasa dan tulisan. Teori ini mencampur adukkan pengertian bahasa dan tulisan sehingga secara otomatis mencampuradukkan penegrtian bunyi dan huruf.
4.      Senang bermain dengan definisi. Hal ini karena pengaruh berpikir secara deduktif yaitu semua istilah didefinisikan baru diberi contoh alakadarnya.
5.      Pemakaian bahasa berkiblat pada pola/kaidah. Bahasa yang mereka pakai adalah bahasa tata bahasa yang cenderung menghakimi benar-salah pemakaian bahasa, tata bahasa ini disebut juga tata bahasa normatif.
6.      Level-level gramatikal belum rapi, tataran yang dipakai hanya pada level huruf, kata, dan kalimat. Tataran morfem, frase, kalusa, dan wacana belum digarap.
7.      Dominasi pada permasalahan jenis kata. Pada awalnya kata dibagi menjadi onoma dan
 rhema (Plato) lalu dikembangkan oleh Aristoteles menjadi onoma, rhema, dan syndesmos. Kemudian pada masa tradisionalisme ini kata sudah dibagi menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, artikel, verba, adverbia, preposisi, partisipium, dan konjungsi. Pada abad peretngahan Modistae membagi kata menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, partisipium, verba, adverbia, preposisi, konjungsio, dan interjeksi. Pada zaman renaisance kata kembali dibagi menjadi tujuh nomina, pronomina, partisipium, adverbia, preposisi, konjungsi, dan interjeksi. Perkembangan jenis kata di Belanda dibagi menjadi sepuluh yaitu nomina, verba, pronomina, partisipium, adverbia, adjektiva, numeralia, preposisi, konjungsi, interjeksi, dsan artikel.


Keunggulan Aliran Tradisional :
a.       Lebih tahan lama karena bertolak dari pola pikir filsafat
b.      Keteraturan penggunaaan bahasa sangat dibanggakan karena berkiblat pada bahasa tulis baku.
c.       Mampu menghasilkan generasi yang mempunyai kepandaian dalam menghafal istilah karena aliran ini sengan bermain dengan definisi
d.      Menjadikan para penganutnya memiliki pengetahuan tata bahasa kareana pemakaian bahasa berkiblat pada pola atau kaidah
e.       Aliran ini memberikan kontribusi besar terhadap pergerakan prinsip yang benar adalah benar walaupun tidak umum dan yang salah adalah salah meskipun banyak penganutnya.

Kelemahan Aliran Tradisional :
a.       Belum membedakan bahasa dan tulisan sehingga pengertian bahasa dan tulisan masih kacau.
b.      Teori ini tidak menyajikan kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan.
c.       Pemakaian bahasa berkiblat pada pola/kaidah sehingga meskipun pandai dalam teori bahasa tetapi tidak mahir dalam berbahasa di masyarakat.
d.      Level gramatikalnya belum rapi karena hanya ada tiga level yaitu huruf, kata, dan kalimat.
e.       Pemerian bahasa menggunakan pola bahasa Latin yang sangat berebda dengan bahasa Indonesia
f.       Permasalahan tata bahasa masih banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata (part of speech), sehingga ruang lingkup permasalahan masih sangat sempit.
g.      Pemerian bahasa berdasarkan bahasa tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya sebagian dari ragam bahasa yang ada.
h.      Objek kajian hanya sampai level kalimat sehingga tidak komunikatif

2. Aliran Struktural
                  Teori ini berlandaskan pola pikir behaviouristik. Aliran ini lahir pada awal abad XX yaitu pada tahun 1916. Aliran ini lahir bersamaan dengan lahirnya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure yang juga merupakan pelopor aliran ini. Ia dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.
Tokoh-tokoh yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.

Keunggulan Aliran Struktural :
1.      Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
2.      Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan
3.      Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
4.      Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
5.      Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.

Kelemahan Aliran Struktural :
a.       Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
b.      Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
c.       Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan mesin.
d.      jika dianggap umum.
e.       Faktor historis sama Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f.       Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.

3. Aliran Transformasi

Aliran ini muncul menentang aliran strukturalis yang menyatakan bahwa bahasa merupakan  kebiasaan. Pelopor aliran ini adalah N. Chomsky dengan karyanya “Syntactic Structure”(1957) dan diikuti oleh tokoh-tokoh seperti Postal, Fodor, Hale, Palmatier, Lyons, Katz, Allen, van Buren, R. D. King, R.A. Jacobs, J. Green, dll.Aliran ini pada mulanya hanya berbicara transformasi pada level kalimat tetapi kemudian diterapkan dalam tataran lain seperti morfologi dan fonologi.

Ciri-ciri Aliran Transformasi
1.      Berdasarkan faham mentalistik. Aliran ini meganngap bahasa bukan hanya proses rangsang-tanggap akan tetapi merupakan proses kejiwaan. Aliran ini sagat erat dengan psikolinguistik.
2.      Bahasa merupakan innate. Bahasa merupakan faktor innate(keturunan/warisan)
3.      Bahasa terdiri dari lapis dalam dan lapis permukaan. Teori ini memisah bahasa menjadi dua lapis yaitu deep structure dan surface structure. Lapis batin merupakan tempat terjadinya proses berbahasa yang sebenarnya secara mentalistik sedangkan lapis permukaan adalah wujud lahiriah yang ditransformasi dari lapis batin.
4.      Bahasa terdiri dari unsur competent dan performance. Linguistic competent atau kemampuan linguistik merupakan penegtahuan seseorang tentang bahasanya termasuk kaidah-kaidah di dalamnya. Linguistic performance atau performansi linguistik adalah keterampilan seseorang menggunakan bahasa.
5.      Analisis bahasa bertolak dari kalimat.
6.      Penerapan kaidah bahasa bersifat kreatif. Ciri ini menentang anggapan kaum struktural yang fanatik terhadap standar keumuman. Bagi kaum tranformasi masalah umum tidak umum bukan suatu persoalan yang terpenting adalah kaidah.
7.      Membedakan kalimat inti dan kalimat transformasi. Kalimat inti merupakan kaliamt yang belum dikenai transformasi sedangkan kalimat transformasi merupakan kalimat yang sudah dikenai kaidah transformasi yang ciri-cirinya yaitu lengkap, simpel, statemen, dan aktif. Lam pertumbuhan selanjutnya ciri itu ditambah runtut dan positif.
8.      Analisis diwujudkan dalam diagram pohon dan rumus. Analisis dalam teori ini dimulai dari struktur kalimat lalu turun ke frase menjadi frase benda (NP) dan frase kerja (VP) kemudian dari frase turun ke kata.
9.      Gramatikal bersifat generatif. Bertolak dari teori yang dinamakan tata bahasa generatif tansformasi (TGT).

Keunggulan Aliran Transformasi
a.        Proses berbahasa merupakan proses kejiwaan buakan fisik.
b.      Secara tegas memisah pengetahuan kebahasaan dengan keterampilan berbahasa (linguistic competent dan linguistic performance)
c.       Dapat membentuk konstruksi-konstruksi lain secara kreatif berdasarkan kaidah yang ada.
d.      Dengan pembedaan kalimat inti dan transformasi telah dapat dipilah antara substansi dan perwujudan.
e.       Dapat menghasilkan kalimat yang tak terhingga banyaknya karena gramatiknya bersifat generatif.

Kelemahan Aliran Transformasi
a.       Tidak mengakui eksistensi klausa sehingga tidak dapat memilah konsep klausa dan kalimat.
b.       Bahasa merupakan innate walaupun manusia memiliki innate untuk berbahasa tetapi tanpa dibiasakan atau dilatih mustahil akan bisa.
c.       Setiap kebahasaan selalu dikembalikan kepada deep structur

4. Aliran Praha
                 
                  Dengan tokohnya Vilem Mathesius, Nikolai S. Trubetskoỷ, Roman Jakobson, dan Morris Halle, membedakan fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu sendiri). Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi. Ex : baku X paku, tepas X tebas.
                  Aliran ini mengembangkan istilah morfonologi (meneliti perubahan fonologis yang terjadi akibat hubugan morfem dgn morfem. Ex: kata “jawab” dgn “jawap” bila ditambahi sufiksan, maka akan terjadi perbedaan. Kalimat dapat dilihat dari struktur formal dan struktur informasinya, Formal (subjek dan predikat), informasi (tema dan rema). Tema adalah apa yang dibicarakan, sdngkn rema adalah apa yang dikatakan mengenai tema. Ex : kal. “this argument I can’t follow”→ “I” sebagai subjek, “this argument” sebagai objek, namun menurut aliran praha “this argument” juga merupakan tema, sedangkan “I can’t follow” juga merupakan rema.


5.  Aliran Glosematik
                 
                  Aliran ini lahir di Denmark, dengan tokohnya Louis Hjemslev. Hjemslev menganggap bahasa mengandung segi ekspresi (Signifiant) dan segi isi(signifie). Masing2 segi mengandung forma dan substansi : forma ekspresi, substansi ekspresi, forma isi, dan substansi isi.

6.  Aliran Firthian
                 
                  Dengan tokohnya Joh R. Firth (London, 1890-1960). Dikenal dengan teori fonolog  prosodi, yaitu cara menentukan arti pada tataran fonetis.
Ada tiga macam pokok  prosodi :
·         Menyangkut gabungan fonem, struktur kata, suku kata, gab.konsonan, dan gab.vokal,
·         Prosodi dari sandi atau jeda,
·         Prosodi yang realisasi fonetisnya lebih besar daripada fonem2 suprasegmentalnya.
Faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini :
1.      Mereka memerikan bahasa indian dengan cara sinkronik.
2.      Bloomfield memerikan bahasa aliran strukturalisme berdasarkan fakta objektif sesuai dengan kenyataanyang diamati.
3.      Hubungan baik antar linguis. Sehingga menerbitkan majalah Language, sebagai wadah melaporkan hasil karya mereka. Aliran ini sering juga disebut aliran taksonomi, karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya.

7.  Aliran Tagmemik

                  Dipelopori oleh KenAliran Strukturalisme di Amerika. Dalam Linguistik di Amerika mempunyai tiga tokoh yang sangat berperan dalam pengkajian bahasa di benua tersebut. Ketiga tokoh tersebut ialah Franz Boaz, Edward Sapir dan Leonard Bloomfield.
                  Franz Boaz merupakan seorang linguis yang otodidaktik yang telah menyumbangkan peran pada penelitian bahasa-bahasa Indian Amerika. Boaz meneliti bahasa baik di rumpun Indo-Eropa maupun diluar Indo-Eropa. Di Indo-Eropa membahas mengenai Infleksi penanda sedangkan diluar Indo-Eropa, Boaz mencermati tentang struktur bahasa Indian. Pandangan Boaz setiap bahasa akan memiliki kategori-kategori logis yang merupakan keharusan digunakan pada bahasa tersebut. Ia dalam membahas strutural bahasa ini lebih menitik beratkan pada bidang fonetik. Bahasa menurut Boaz merupakan tuturan artikulasi yang berupa kategori gramatikal, pronomina kata ganti (sendiri atau non sendiri) dan verb (orang, number, tense, mood, dan voice).
                  Seorang mahasiswa Boas yang bernama Edward Sapir tak kalah dalam menyampaikan argumennya. kajiannya yang terkenal ialah mengenai suatu pemerian bahasa. Selain itu, ia juga mempunyai suatu konsep bahasa yaitu makna bahasa dikaitkan dengan visual, tingkat pemahaman dan rasa hubungan serta kesesuaian bahasa dengan makna. Dari ide yang tertuang dibenaknya, murid dari Boaz ini lalu membagi konsepnya menjadi sub kajian yaitu unsur-unsur tuturan, bunyi bahasa, bentuk bahasa, bahasa-ras-dan kebudayaan. Unsur-unsur turunan berupa hubungan antara bentuk linguistik, proses gramatikal dan konsep gramatikal.          Sedangkan bunyi bahasa mengenai pola atau perbedaaan bunyi cocok dalam perbedaan bahasa. Lain halnya dengan bentuk bahasa yang menurut Sapir dapat dibagi menjadi konsep dasar dan metode formal. Sedangkan pendapatnya yang terakhir mengenai corak suatu bahasa ini dia kaji karena sebelum menekuni bidang linguistik ia juga menekuni bidang antropologi.
                  Linguis ketiga yang mengkaji bahasan ini ialah Leonard Bloomfield. Bloomfield merupakan linguis Amerika yang peling besar peranannya dalam menyebarkan prinsip dan metode strukturalisme Amerika. Salah satu rumusannya digambarkan dengan rumus rangsangan dan tanggapan dengan formula R-t.....r -T maksudnya suatu rangsangan praktis (R) menyebabkan seorang berbicara alih-alih bereaksi secara praktis, ini merupakan penganti bahasa-bahasa (t). Bagi pendengar, hal itu merupakan rangsangan pengganti bahasa (r) yang menyebabkan dia memberi tanggapan praktis (T). Rumus di atas sangat sinkron bila diterapkan dengan teori makna Bloomfield yang membedakan peristiwa bahasa dengan peristiwa praktis dalam sebuah tuturan. Selain teori tersebut Bloomfield juga mencetuskan teori mengenai bentuk bahasa, dari hasil penelitiannya digariskan bahwa bentuk bahasa dibagi menjadi dua bentuk terikat dan bentuk bebas, serta 4 cara penyusunan form yaitu order, modulation, phonetic modification dan selection. Bentuk dapat dibagi dalam beberapa kelas yaitu Sentence type (kalimat Tanya, kalimat berita dan sebagainya), Construction (bisa juga disebut Syntax) dan Substitution (bentuk grammar yang berhubungan dengan penggantian konvensional) neth L. Pike. Yang dimaksud tagmem adalah korelasi entara fungsi gramatikal (slot) dengan kelompok bentuk kata yang dapat dipertukarkan utnuk mengisi slot tersebut.

8.      Aliran Linguistik: Aliran London

                  Seperti yang diungkapkan Soeparno dalam Dasar-dasar Linguistik Umum, Firthian adalah guru besar pada Universitas London sangat terkenal sebagai pelopor Aliran London. Bila aliran Bloomfieldian  disebut dengan nama strukturalisme Amerika, maka aliran Firthians disebut strukturalisme kontinental.
Kaum ini terkenal karena kecenderungannya untuk menerapkan hal-hal yang praktis. Para ahlinya antara lain : John Ruppert Firth, Daniel Jones, Brownislaw Malinowski, dan H.Sweet.
                  Firth mengeluarkan teori tentang fonologi prosodi.Titik berat perhatiannya memang pada bidang fonetik dan fonologi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi.
                   Satuan –satuan fonematis berupa unsur-unsur segmental, yaitu berupa konsonan dan vokal. Sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segemn tunggal.

Ada 3 macam pokok prosodi, yaitu :
1.  Prosodi yang menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan, dan gabungan vokal;
2. Prosodi yang terbentuk oleh jeda; dan
3. Prosodi yang lebih daripada fonem-fonem suprasegmental.

                  Firth juga berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yan berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan. (Abdul Chaer: 355-356).
                  Karya Firth dan kelompoknya mempunyai pandangan yang sama tentang struktur bahasa seperti yang dikemukakan oleh de Saussure. Firth meminjam istilah konteks situasi dengan membedakan tataran yang beragam dan menunjukkan adanya unsur linguitik yang terbatas. Ia menggunakan dua jalur yang dikemukakan oleh de Saussure, yaitu paradigma dan sintagmatik.
                  Firth berpendapat bahwa pertanyaan tentang realitas dapat melumpuhkan penyelidikan. Objek kajian linguistik menurut Firth adalah bahasa secara aktual. Firth mengatakan bahwa struktur berkenaan dangan hubungan sintagmatik antar unsur  dan sistem yang berhubungan dengan paradigmatik antar unit. Konteks situasi adalah konstruk sistematik yang diterapkan khusus untuk peristiwa sosial yang berulang terdiri atas berbagai tataran analisis. Tataran ini yaitu fonetik, fonologi, tata bahasa, kosa kata, dan bahasa.

Pendekatan situasional  untuk menganalisis situasi tuturan sebagai berikut:
1.      Hubungan dalam teks itu sendiri.
2.       Hubungan sintagmatik antara unsure struktur yang dipertimbangkan dalam berbagai tataran analisis.
3.      Hubungan paradigma istilah untuk memberikan nilai pada unsure struktur.
4.       Teks dalam hubungan dengan unsur nonverbal dengan hasil keseluruhan yang efektif.
5.      Hubungan analisis antara bagian teks dan unsur khusus dalam situasi.
6.      Hubungan dalam konteks situasi
                  Komponen dasar dari makna keseluruhan adalah fungsi fonetik, fungsi leksikal, fungsi morfologi, dan fungsi sintaksis serta seluruh konteks situasi. Tataran pertama adalah fonetik dan fonologi.
  1. Tokoh-tokoh berperan penting dalam fonologi
  1. Roman Jakobson
                  Roman Jakobson lahir di Moskow pada 1896 dan meninggal di Amerika Serikat pada 1982. Salah satu ciri penulis ini adalah tidak pernah menulis buku yang lebih dari 100 halaman. Meskipun demikian, karyanya yang terpenting “Remarques Sur Evolution Phonologique Du Russe” “Beberapa Catatan Evolusi Fonologi Bahasa Rusia”, berhasil memicu studi-studi fonologi yang dikonsentrasikan kepada bidang-bidang tertentu.
                  Menurut Georges Mouin, Jakobson adalah orang yang selalu memberikan gairah, ia senantiasa cemerlang pada setiap seminar dan kongres. Sebagai  redaktur utama “Proposition 22” dan “Thesis 1929” Jakobson adalah tokoh penggerak yang turut membidani kelahiran fonologi.
                  Dalam bukunya “Principes de Phonologie Historique” “Prinsip-prinsip fonologi historis” (1931) Jakobson mencoba untuk mengembangkan analisis berdasarkan ciri pembeda, meformulasikan prinsip dikotomi dalam rangka menyusun “kualitas-kualitas fonologi” mensosialisasikan penerapan criteria akustik guna menentukan masing-masing kualitas.
2.      Za’ba (1930)
Tokoh ini telah mengemukakan lewat analisisnya tentang sistem ejaan bahasa melayu di Indonesia. Orang yang tidak memiliki intuition tentang fonologi tidak mungkin dapat mengetengahkan analisis sistem ejaan sesuatu bahasa.
Dalam mengemukakan sistem ejaan bahasa Melayu,  Za’ba turut memperlihatkan ketajaman instuisinya tentang konsep-konsep fonetik, walaupun dengan cara yang cukup sederhana, katanya.


3.      Kenneth L. Pike (1954)
                  Kenneth mempelopori tata bahasa tagmetik. Bukunya yang terkenal adalah “Linguage in Relation to a Uited Theory of The Stucture of Human Behavior”. Menurut aliran ini, satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani yang berarti susunan). Tagmen adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot tersebut.
                  Linguistic transformasi melahirkan tatabahasa transformational Generative grammar yang bahasa mengandung segi ekspresi (signifiant) dan segi igi (signifie). Mesing-masing segi mengandung forma dan substansi (forma ekspresi, substansi ekspresi, formisi, dan substansi isi).


 
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa aliran-aliran fonologi yaitu diantaranya ( kazan, praha, amerika, tradisional, structural, glosematik. Transformasi, dll). Leonard Bloomfield (1930), Karyanya “Language” menjadikan dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun.  Pada buku itu, Bloomfield menjelaskan banyak hal tentang definisi-definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda, zona penyebaran fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis dan lain-lain. Selain Leonard Bloomfield masih banyak lagi tokoh-tokoh fonologi yaitu (Kenneth L. Pike, Za’ba, Roman Jakobson, Baudoin de Courtenay, Ferdinand de Saussure, dll.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar