BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Fonologi adalah bagian dari tata
bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa (Keraf, 1984: 30). Fonologi adalah subdisiplin
yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, baik yang mempelajari bunyi bahasa
yang menghiraukan arti maupun tidak (Soeparno, 2002: 79). Kita perlu
mempelajari fonologi tersebut sebagai bekal dan pengetaahuan kita tentang
bahasa. Apalagi kita merupakan mahasiswa dari Fakultas Ilmu Budaya. Untuk
memperdalam ilmu pengetahuan kita tentang fonologi, tentu kita perlu mengetahui
sejarah terbentuknya fonologi. Berbicara tentang sejarah, tentu ada tokoh-tokoh
yang berperan penting dibaliknya. Maka, penting bagi kita untuk mengtahui siapa
saja pencetus lahirnya istilah fonologi. Dalam makalah ini, kami akn membahas
beberapa tokoh yang berperan penting terhadap lahirnya istilah fonologi.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Tokoh-tokoh
yyang berperan ppenting dalam terbentuknya aliran-aliran fonologi
2. Perkembangan
beberapa aliran fonologi
3. Tokoh-tokoh
yang berperan penting dalam fonologi
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui
tokoh-tokoh yang berperan penting dalam terbentuknya aliran-aliran fonologi
2. Mengetahui
perkembangan beberapa aliran fonologi
3. Mengetahui
tokoh-tokoh yang berperan penting dalam fonologi
BAB II
PEMBAHASAN
Tokoh-tokoh
Fonologi
A. Tokoh-tokoh
yang Berperan Penting dalam Terbentuknya aliran-aliran Fonologi
- Aliran Kazan
Ada beberapa tokoh
dalam “aliran kazan” ini yaitu :
- Baudoin de Courtenay (1895)
Menurut linguistis ini,
bunyi-bunyi yang secra fonetis berlainan disebut alternant, yang berkerabat
secara histiris dan etimologis. Jadi, meski dilafaalkan berbeda, bunyi-bunyi
itu berasal dari satu bentuk yang sama.
Pada 1880, Courtenay melancarkan kritiknya terhadap presisi atas beberapa fona
yang dianggapnya tidak bermamfaat.
- Mikolaj Kreszewski
Mikolaj Kreszewski mendefinisikan bahwa fonem sebagai
satuan fonetis tak terbagi yang tidak sama dengan antrofoponik yang merupakan
kekhasan tiap individu, yang disebut dengan aliran “kazan”.
- Ferdinand de Saussure
Dalam
bukunya “Cours de Linguistique Generale” Kuliah Linguistik umum, Saussure
mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi-bunyi bahasa manusia. Dari
definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud oleh Saussure
hanyalah unsure-unsure yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu
menghasilkan satuan-satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Saussure menggunaklan kriteria yang semata – mata
fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya pada poros
sintagmatik.
Saussure
mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan
perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang lain.
Dengan
konsep – konsepnya, meskipun tidak pernah mencantumkan istilah struktur maupun
fungsi, Saussure dianggap telah membuka jalan terhadap studi fonologi yang
kemudian diadaptasi oleh aliran Praha.
- Aliran Praha
Kelahiran
fonologi ditandai dengan “Proposition 22” ‘Usulan 22’ yang diajukan oleh R.
Jakobson, S. Karczewski dan N. Trubetzkoy pada konggres Internasional I para
linguis di La Haye, april 1928. Pada 1932 Jakobson mendefinisikan fonem sebagai
sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan bunyi bahasa tertentu dari yang lain,
sebagai cara untuk membedakan makna kata. Jadi konsep fonem merupakan sejumlah
ciri pembeda (ciri distingtif).
- Aliran Amerika
·
Edward
Sapir (1925)
Seorang etnologi dan linguis
yang terutama meneliti bahasa Indian Amerika. Menurutnya, sistem fonologi
bersifat bersifat fungsional.
·
Leonard
Bloomfield (1930)
Karyanya
“Language” menjadikan dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun. Pada buku itu, Bloomfield menjelaskan banyak
hal tentang definisi-definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda,
zona penyebaran fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis dan
lain-lain.
Sifat
behaviouris dan antimentalis Bloomfield mengantarkannya pada konsepsi tentang
komunikasi sebagai perilaku dimana sebuah stimulus (ujaran penutur) memunculkan
reaksi mitra tutur. Menurutnya, yang penting dalam bahasa adalah fungsinya
untuk menghubungkan stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu
terpenuhi, pada tataran bunyi cukuplah kiranya jika setiap fonem berbeda dengan
yang lainnya. Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akustiknya bukanlah
sesuatu yang penting.
Bloomfield berusaha menjadikan linguistic sebagai suatu ilmu
yang bersifat empiris. Karena bunyi-bunyi ujaran merupakan fenomena yang dapat
diamati langsung maka ujaran mendapatkan perhatian yang istimewa. Akibatnya,
kaum strukturalis memberikan focus perhatiannya pada fonologi, morfologi,
sedikit sekali pada sintaksis, dan sama seali tidak pada semantic.
·
W.F
Twaddell (1935)
Twaddell menerbitkan sebuah buku monografi. Di dalamnya Twaddell
menegaskan bahwa satuan-satuan fonologis bersifat relasional.
·
W.F
Twaddell dan Aliran Fonetik Inggris (1907)
Daniel Jones mengajar fonetik
di University of London. Setelah itu ia kemudian lebih banyak menggeluti
praktek fonologi di Inggris. Kegiatannya di jurusan fonetik di University of
college lebih difokuskan pada transkripsi fonetis dan pengajaran pelafalan
bahasa-bahasa dunia. Perhatiannya pada dua hal itu membuat dirinya memiliki
konsep tersendiri tentang fonem.
Pada 1919, dalam “ Colloquial Sinhalese
Reader” yang diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones memberikan definisi fonem
yang berciri distribusional. Terinspirasi oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai
fonem sebagai realitas psikofonetis, Jones menggambarkan fonem sebagai realitas
mental. Maksudnya, dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat
menggunakan baik intuisi, rasa bahasa maupun cara-cara lain yang bersifat
psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih-alih
fungsinya. Dengan sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki
daerah kerja fonologi, dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu,
namun dengan menyingkirkan sudut pandang fonologis.
- Perkembangan Beberapa Aliran Linguistik
1.
Aliran Tradisional
Perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dimulai pada abad IV Sebelum Masehi yaitu
ketika
Plato membagi jenis kata dalam bahasa
Yunani Kuno menjadi dua golongan yaitu “onoma dan rhema”.
Onoma merupakan jenis kata
yang menjadi pangkal pernyataan atau pembicaraan. Sedangkan rhema merupakan
jenis kata yang digunakan mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan.
Secara sederhana onoma dapat
disejajarkan dengan kata benda dan rhema dapat disejajarkan dengan kata sifat
atau kata kerja. Pernyataan yang dibentuk onoma dan rhema dikenal dengan
istilah proposisi.
Penggolongan kata tersebut
kemudian disusul dengan kemunculan tata bahasa Latin karya Dyonisisus Thrax
dalam bukunya ”Techne Gramaticale” (130 M). Dengan demikian pelopor aliran
tradisionalisme adalah Plato dan Aristoteles.
Tokoh-tokoh yang menganut
aliran ini antara lain: Dyonisisus Thrax, Zandvoort, C.A. Mees, van Ophuysen,
RO Winstedt, Raja Ali Haji, St. Moh. Zain, St. Takdir Alisyahbana, Madong
Lubis, Poedjawijatna, Tardjan hadidjaja.
Aliran
ini merupakan aliran tertua namun karena ketaatannya pada kaidah menyebabkan
aliran ini tetap eksis di zaman apapun.
Ciri-ciri
aliran ini antara lain:
1. Bertolak dari landasan pola pikir
filsafat
2. Pemerian bahasa secara historis
3. Tidak membedakan bahasa dan tulisan.
Teori ini mencampur adukkan pengertian bahasa dan tulisan sehingga secara
otomatis mencampuradukkan penegrtian bunyi dan huruf.
4. Senang bermain dengan definisi. Hal
ini karena pengaruh berpikir secara deduktif yaitu semua istilah didefinisikan
baru diberi contoh alakadarnya.
5. Pemakaian bahasa berkiblat pada
pola/kaidah. Bahasa yang mereka pakai adalah bahasa tata bahasa yang cenderung
menghakimi benar-salah pemakaian bahasa, tata bahasa ini disebut juga tata
bahasa normatif.
6. Level-level gramatikal belum rapi,
tataran yang dipakai hanya pada level huruf, kata, dan kalimat. Tataran morfem,
frase, kalusa, dan wacana belum digarap.
7. Dominasi pada permasalahan jenis
kata. Pada awalnya kata dibagi menjadi onoma dan
rhema (Plato) lalu dikembangkan oleh Aristoteles
menjadi onoma, rhema, dan syndesmos. Kemudian pada masa tradisionalisme ini
kata sudah dibagi menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, artikel, verba,
adverbia, preposisi, partisipium, dan konjungsi. Pada abad peretngahan Modistae
membagi kata menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, partisipium, verba,
adverbia, preposisi, konjungsio, dan interjeksi. Pada zaman renaisance kata
kembali dibagi menjadi tujuh nomina, pronomina, partisipium, adverbia,
preposisi, konjungsi, dan interjeksi. Perkembangan jenis kata di Belanda dibagi
menjadi sepuluh yaitu nomina, verba, pronomina, partisipium, adverbia,
adjektiva, numeralia, preposisi, konjungsi, interjeksi, dsan artikel.
Keunggulan
Aliran Tradisional :
a. Lebih tahan lama karena bertolak
dari pola pikir filsafat
b. Keteraturan penggunaaan bahasa
sangat dibanggakan karena berkiblat pada bahasa tulis baku.
c. Mampu menghasilkan generasi yang
mempunyai kepandaian dalam menghafal istilah karena aliran ini sengan bermain
dengan definisi
d. Menjadikan para penganutnya memiliki
pengetahuan tata bahasa kareana pemakaian bahasa berkiblat pada pola atau
kaidah
e. Aliran ini memberikan kontribusi
besar terhadap pergerakan prinsip yang benar adalah benar walaupun tidak umum
dan yang salah adalah salah meskipun banyak penganutnya.
Kelemahan
Aliran Tradisional :
a. Belum membedakan bahasa dan tulisan
sehingga pengertian bahasa dan tulisan masih kacau.
b. Teori ini tidak menyajikan kenyataan
bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan.
c. Pemakaian bahasa berkiblat pada
pola/kaidah sehingga meskipun pandai dalam teori bahasa tetapi tidak mahir
dalam berbahasa di masyarakat.
d. Level gramatikalnya belum rapi
karena hanya ada tiga level yaitu huruf, kata, dan kalimat.
e. Pemerian bahasa menggunakan pola
bahasa Latin yang sangat berebda dengan bahasa Indonesia
f. Permasalahan tata bahasa masih
banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata (part of speech), sehingga ruang
lingkup permasalahan masih sangat sempit.
g. Pemerian bahasa berdasarkan bahasa
tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya sebagian dari ragam bahasa yang ada.
h. Objek kajian hanya sampai level
kalimat sehingga tidak komunikatif
2.
Aliran Struktural
Teori ini berlandaskan pola
pikir behaviouristik. Aliran ini lahir pada awal abad XX yaitu pada tahun 1916.
Aliran ini lahir bersamaan dengan lahirnya buku ”Course de linguistique
Generale” karya Saussure yang juga merupakan pelopor aliran ini. Ia dikenal
sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.
Tokoh-tokoh
yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L.
Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries,
Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
Keunggulan
Aliran Struktural :
1. Aliran ini sukses membedakan konsep
grafem dan fonem.
2. Metode drill and practice membentuk
keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan
3. Kriteria kegramatikalan berdasarkan
keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
4. Level kegramatikalan mulai rapi
mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
5. Berpijak pada fakta, tidak
mereka-reka data.
Kelemahan
Aliran Struktural :
a. Bidang morfologi dan sintaksis
dipisahkan secara tegas.
b. Metode drill and practice sangat
memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
c. Proses berbahasa merupakan proses
rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan
mesin.
d. jika dianggap umum.
e. Faktor historis sama Kegramatikalan
berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar sekali
tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f. Objek kajian terbatas sampai level
kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
3. Aliran Transformasi
Aliran ini muncul menentang aliran strukturalis yang menyatakan bahwa bahasa merupakan kebiasaan. Pelopor aliran ini adalah N. Chomsky dengan karyanya “Syntactic Structure”(1957) dan diikuti oleh tokoh-tokoh seperti Postal, Fodor, Hale, Palmatier, Lyons, Katz, Allen, van Buren, R. D. King, R.A. Jacobs, J. Green, dll.Aliran ini pada mulanya hanya berbicara transformasi pada level kalimat tetapi kemudian diterapkan dalam tataran lain seperti morfologi dan fonologi.
Ciri-ciri
Aliran Transformasi
1. Berdasarkan faham mentalistik. Aliran
ini meganngap bahasa bukan hanya proses rangsang-tanggap akan tetapi merupakan
proses kejiwaan. Aliran ini sagat erat dengan psikolinguistik.
2. Bahasa merupakan innate. Bahasa
merupakan faktor innate(keturunan/warisan)
3. Bahasa terdiri dari lapis dalam dan
lapis permukaan. Teori ini memisah bahasa menjadi dua lapis yaitu deep
structure dan surface structure. Lapis batin merupakan tempat terjadinya proses
berbahasa yang sebenarnya secara mentalistik sedangkan lapis permukaan adalah
wujud lahiriah yang ditransformasi dari lapis batin.
4. Bahasa terdiri dari unsur competent
dan performance. Linguistic competent atau kemampuan linguistik merupakan
penegtahuan seseorang tentang bahasanya termasuk kaidah-kaidah di dalamnya.
Linguistic performance atau performansi linguistik adalah keterampilan
seseorang menggunakan bahasa.
5. Analisis bahasa bertolak dari
kalimat.
6. Penerapan kaidah bahasa bersifat
kreatif. Ciri ini menentang anggapan kaum struktural yang fanatik terhadap
standar keumuman. Bagi kaum tranformasi masalah umum tidak umum bukan suatu
persoalan yang terpenting adalah kaidah.
7. Membedakan kalimat inti dan kalimat
transformasi. Kalimat inti merupakan kaliamt yang belum dikenai transformasi
sedangkan kalimat transformasi merupakan kalimat yang sudah dikenai kaidah
transformasi yang ciri-cirinya yaitu lengkap, simpel, statemen, dan aktif. Lam
pertumbuhan selanjutnya ciri itu ditambah runtut dan positif.
8. Analisis diwujudkan dalam diagram
pohon dan rumus. Analisis dalam teori ini dimulai dari struktur kalimat lalu
turun ke frase menjadi frase benda (NP) dan frase kerja (VP) kemudian dari
frase turun ke kata.
9. Gramatikal bersifat generatif. Bertolak
dari teori yang dinamakan tata bahasa generatif tansformasi (TGT).
Keunggulan
Aliran Transformasi
a. Proses berbahasa merupakan proses kejiwaan
buakan fisik.
b. Secara tegas memisah pengetahuan
kebahasaan dengan keterampilan berbahasa (linguistic competent dan linguistic
performance)
c. Dapat membentuk
konstruksi-konstruksi lain secara kreatif berdasarkan kaidah yang ada.
d. Dengan pembedaan kalimat inti dan
transformasi telah dapat dipilah antara substansi dan perwujudan.
e. Dapat menghasilkan kalimat yang tak
terhingga banyaknya karena gramatiknya bersifat generatif.
Kelemahan Aliran Transformasi
a. Tidak mengakui eksistensi klausa
sehingga tidak dapat memilah konsep klausa dan kalimat.
b. Bahasa merupakan innate walaupun manusia
memiliki innate untuk berbahasa tetapi tanpa dibiasakan atau dilatih mustahil
akan bisa.
c. Setiap kebahasaan selalu
dikembalikan kepada deep structur
4.
Aliran Praha
Dengan tokohnya Vilem
Mathesius, Nikolai S. Trubetskoỷ, Roman Jakobson, dan Morris Halle, membedakan
fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu
sendiri). Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi. Ex : baku X
paku, tepas X tebas.
Aliran ini mengembangkan
istilah morfonologi (meneliti perubahan fonologis yang terjadi akibat hubugan
morfem dgn morfem. Ex: kata “jawab” dgn “jawap” bila ditambahi sufiksan, maka
akan terjadi perbedaan. Kalimat dapat dilihat dari struktur formal dan struktur
informasinya, Formal (subjek dan predikat), informasi (tema dan rema). Tema
adalah apa yang dibicarakan, sdngkn rema adalah apa yang dikatakan mengenai
tema. Ex : kal. “this argument I can’t follow”→ “I” sebagai subjek, “this
argument” sebagai objek, namun menurut aliran praha “this argument” juga
merupakan tema, sedangkan “I can’t follow” juga merupakan rema.
5. Aliran Glosematik
Aliran ini lahir di Denmark,
dengan tokohnya Louis Hjemslev. Hjemslev menganggap bahasa mengandung segi
ekspresi (Signifiant) dan segi isi(signifie). Masing2 segi mengandung forma dan
substansi : forma ekspresi, substansi ekspresi, forma isi, dan substansi isi.
6. Aliran Firthian
Dengan tokohnya Joh R. Firth (London,
1890-1960). Dikenal dengan teori fonolog prosodi, yaitu cara menentukan
arti pada tataran fonetis.
Ada
tiga macam pokok prosodi :
·
Menyangkut
gabungan fonem, struktur kata, suku kata, gab.konsonan, dan gab.vokal,
·
Prosodi
dari sandi atau jeda,
·
Prosodi
yang realisasi fonetisnya lebih besar daripada fonem2 suprasegmentalnya.
Faktor
yang menyebabkan berkembangnya aliran ini :
1. Mereka memerikan bahasa indian
dengan cara sinkronik.
2. Bloomfield memerikan bahasa aliran
strukturalisme berdasarkan fakta objektif sesuai dengan kenyataanyang diamati.
3. Hubungan baik antar linguis.
Sehingga menerbitkan majalah Language, sebagai wadah melaporkan hasil karya
mereka. Aliran ini sering juga disebut aliran taksonomi, karena aliran ini
menganalisis dan mengklasifikasikan unsur bahasa berdasarkan hubungan
hierarkinya.
7.
Aliran Tagmemik
Dipelopori oleh KenAliran
Strukturalisme di Amerika. Dalam Linguistik di Amerika mempunyai tiga tokoh
yang sangat berperan dalam pengkajian bahasa di benua tersebut. Ketiga tokoh tersebut
ialah Franz Boaz, Edward Sapir dan Leonard Bloomfield.
Franz Boaz merupakan seorang
linguis yang otodidaktik yang telah menyumbangkan peran pada penelitian
bahasa-bahasa Indian Amerika. Boaz meneliti bahasa baik di rumpun Indo-Eropa
maupun diluar Indo-Eropa. Di Indo-Eropa membahas mengenai Infleksi penanda
sedangkan diluar Indo-Eropa, Boaz mencermati tentang struktur bahasa Indian.
Pandangan Boaz setiap bahasa akan memiliki kategori-kategori logis yang
merupakan keharusan digunakan pada bahasa tersebut. Ia dalam membahas strutural
bahasa ini lebih menitik beratkan pada bidang fonetik. Bahasa menurut Boaz
merupakan tuturan artikulasi yang berupa kategori gramatikal, pronomina kata
ganti (sendiri atau non sendiri) dan verb (orang, number, tense, mood, dan
voice).
Seorang mahasiswa Boas yang
bernama Edward Sapir tak kalah dalam menyampaikan argumennya. kajiannya yang
terkenal ialah mengenai suatu pemerian bahasa. Selain itu, ia juga mempunyai
suatu konsep bahasa yaitu makna bahasa dikaitkan dengan visual, tingkat
pemahaman dan rasa hubungan serta kesesuaian bahasa dengan makna. Dari ide yang
tertuang dibenaknya, murid dari Boaz ini lalu membagi konsepnya menjadi sub
kajian yaitu unsur-unsur tuturan, bunyi bahasa, bentuk bahasa, bahasa-ras-dan
kebudayaan. Unsur-unsur turunan berupa hubungan antara bentuk linguistik,
proses gramatikal dan konsep gramatikal. Sedangkan
bunyi bahasa mengenai pola atau perbedaaan bunyi cocok dalam perbedaan bahasa.
Lain halnya dengan bentuk bahasa yang menurut Sapir dapat dibagi menjadi konsep
dasar dan metode formal. Sedangkan pendapatnya yang terakhir mengenai corak
suatu bahasa ini dia kaji karena sebelum menekuni bidang linguistik ia juga
menekuni bidang antropologi.
Linguis ketiga yang mengkaji
bahasan ini ialah Leonard Bloomfield. Bloomfield merupakan linguis Amerika yang
peling besar peranannya dalam menyebarkan prinsip dan metode strukturalisme
Amerika. Salah satu rumusannya digambarkan dengan rumus rangsangan dan
tanggapan dengan formula R-t.....r -T maksudnya suatu rangsangan praktis (R)
menyebabkan seorang berbicara alih-alih bereaksi secara praktis, ini merupakan
penganti bahasa-bahasa (t). Bagi pendengar, hal itu merupakan rangsangan
pengganti bahasa (r) yang menyebabkan dia memberi tanggapan praktis (T). Rumus di
atas sangat sinkron bila diterapkan dengan teori makna Bloomfield yang
membedakan peristiwa bahasa dengan peristiwa praktis dalam sebuah tuturan.
Selain teori tersebut Bloomfield juga mencetuskan teori mengenai bentuk bahasa,
dari hasil penelitiannya digariskan bahwa bentuk bahasa dibagi menjadi dua
bentuk terikat dan bentuk bebas, serta 4 cara penyusunan form yaitu order,
modulation, phonetic modification dan selection. Bentuk dapat dibagi dalam
beberapa kelas yaitu Sentence type (kalimat Tanya, kalimat berita dan
sebagainya), Construction (bisa juga disebut Syntax) dan Substitution (bentuk
grammar yang berhubungan dengan penggantian konvensional) neth L. Pike. Yang
dimaksud tagmem adalah korelasi entara fungsi gramatikal (slot) dengan kelompok
bentuk kata yang dapat dipertukarkan utnuk mengisi slot tersebut.
8. Aliran Linguistik: Aliran London
Seperti yang diungkapkan
Soeparno dalam Dasar-dasar Linguistik Umum, Firthian adalah guru besar pada
Universitas London sangat terkenal sebagai pelopor Aliran London. Bila aliran
Bloomfieldian disebut dengan nama strukturalisme Amerika, maka aliran
Firthians disebut strukturalisme kontinental.
Kaum
ini terkenal karena kecenderungannya untuk menerapkan hal-hal yang praktis.
Para ahlinya antara lain : John Ruppert Firth, Daniel Jones, Brownislaw
Malinowski, dan H.Sweet.
Firth mengeluarkan teori
tentang fonologi prosodi.Titik berat perhatiannya memang pada bidang fonetik
dan fonologi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada
tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan
satuan prosodi.
Satuan –satuan fonematis berupa unsur-unsur
segmental, yaitu berupa konsonan dan vokal. Sedangkan satuan prosodi berupa
ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segemn
tunggal.
Ada
3 macam pokok prosodi, yaitu :
1. Prosodi yang menyangkut gabungan fonem:
struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan, dan gabungan vokal;
2.
Prosodi yang terbentuk oleh jeda; dan
3.
Prosodi yang lebih daripada fonem-fonem suprasegmental.
Firth juga berpendapat telaah
bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji dalam
konteks situasinya, yaitu orang-orang yan berperan dalam masyarakat, kata-kata
yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan. (Abdul Chaer:
355-356).
Karya Firth dan kelompoknya
mempunyai pandangan yang sama tentang struktur bahasa seperti yang dikemukakan
oleh de Saussure. Firth meminjam istilah konteks situasi dengan membedakan
tataran yang beragam dan menunjukkan adanya unsur linguitik yang terbatas. Ia
menggunakan dua jalur yang dikemukakan oleh de Saussure, yaitu paradigma dan
sintagmatik.
Firth berpendapat bahwa
pertanyaan tentang realitas dapat melumpuhkan penyelidikan. Objek kajian
linguistik menurut Firth adalah bahasa secara aktual. Firth mengatakan bahwa
struktur berkenaan dangan hubungan sintagmatik antar unsur dan sistem
yang berhubungan dengan paradigmatik antar unit. Konteks situasi adalah
konstruk sistematik yang diterapkan khusus untuk peristiwa sosial yang berulang
terdiri atas berbagai tataran analisis. Tataran ini yaitu fonetik, fonologi,
tata bahasa, kosa kata, dan bahasa.
Pendekatan
situasional untuk menganalisis situasi tuturan sebagai berikut:
1. Hubungan dalam teks itu sendiri.
2. Hubungan sintagmatik antara unsure struktur
yang dipertimbangkan dalam berbagai tataran analisis.
3. Hubungan paradigma istilah untuk
memberikan nilai pada unsure struktur.
4. Teks dalam hubungan dengan unsur nonverbal
dengan hasil keseluruhan yang efektif.
5. Hubungan analisis antara bagian teks
dan unsur khusus dalam situasi.
6. Hubungan dalam konteks situasi
Komponen dasar dari makna
keseluruhan adalah fungsi fonetik, fungsi leksikal, fungsi morfologi, dan
fungsi sintaksis serta seluruh konteks situasi. Tataran pertama adalah fonetik
dan fonologi.
- Tokoh-tokoh berperan penting dalam fonologi
- Roman Jakobson
Roman Jakobson lahir di Moskow
pada 1896 dan meninggal di Amerika Serikat pada 1982. Salah satu ciri penulis
ini adalah tidak pernah menulis buku yang lebih dari 100 halaman. Meskipun
demikian, karyanya yang terpenting “Remarques Sur Evolution Phonologique Du
Russe” “Beberapa Catatan Evolusi Fonologi Bahasa Rusia”, berhasil memicu
studi-studi fonologi yang dikonsentrasikan kepada bidang-bidang tertentu.
Menurut Georges Mouin,
Jakobson adalah orang yang selalu memberikan gairah, ia senantiasa cemerlang
pada setiap seminar dan kongres. Sebagai
redaktur utama “Proposition 22” dan “Thesis 1929” Jakobson adalah tokoh
penggerak yang turut membidani kelahiran fonologi.
Dalam bukunya “Principes de
Phonologie Historique” “Prinsip-prinsip fonologi historis” (1931) Jakobson
mencoba untuk mengembangkan analisis berdasarkan ciri pembeda, meformulasikan
prinsip dikotomi dalam rangka menyusun “kualitas-kualitas fonologi” mensosialisasikan
penerapan criteria akustik guna menentukan masing-masing kualitas.
2. Za’ba
(1930)
Tokoh
ini telah mengemukakan lewat analisisnya tentang sistem ejaan bahasa melayu di
Indonesia. Orang yang tidak memiliki intuition tentang fonologi tidak mungkin
dapat mengetengahkan analisis sistem ejaan sesuatu bahasa.
Dalam
mengemukakan sistem ejaan bahasa Melayu,
Za’ba turut memperlihatkan ketajaman instuisinya tentang konsep-konsep
fonetik, walaupun dengan cara yang cukup sederhana, katanya.
3. Kenneth
L. Pike (1954)
Kenneth mempelopori tata
bahasa tagmetik. Bukunya yang terkenal adalah “Linguage in Relation to a Uited
Theory of The Stucture of Human Behavior”. Menurut aliran ini, satuan dasar
dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani yang berarti susunan). Tagmen
adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot tersebut.
Linguistic transformasi
melahirkan tatabahasa transformational Generative grammar yang bahasa
mengandung segi ekspresi (signifiant) dan segi igi (signifie). Mesing-masing
segi mengandung forma dan substansi (forma ekspresi, substansi ekspresi,
formisi, dan substansi isi).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah di atas
dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa aliran-aliran fonologi yaitu
diantaranya ( kazan, praha, amerika, tradisional, structural, glosematik. Transformasi,
dll). Leonard Bloomfield (1930), Karyanya
“Language” menjadikan dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun. Pada buku itu, Bloomfield menjelaskan banyak
hal tentang definisi-definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda,
zona penyebaran fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis dan
lain-lain. Selain Leonard Bloomfield masih banyak lagi tokoh-tokoh fonologi
yaitu (Kenneth
L. Pike, Za’ba, Roman Jakobson, Baudoin de Courtenay, Ferdinand de Saussure,
dll.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar